Selasa, 12 Mei 2009

Sang Imam Masjid Asli Muallaf

Tiga belas tahun lalu Vicente Mota Alfaro adalah penganut Katholik taat yang rutin berkunjung ke sekolah Minggu dan membaca Injil setiap hari

Kini ia bukan hanya seorang Muslim melainkan imam sebuah masjid Pusat Kebudaayaan Islam di Valencia (CCIV). Dengan demikian ia menjadi orang pertama dalam posisi tersebut di masjid, yang memiliki latar belakang berpindah agama. Ia kini bahkan menjadi anggota Dewan Direktur CCIV sejak 2005

Para pemimpin komunitas Muslim di Valencia mengatakan Alfaro ditunjuk memegang posisi tersebut karena kemampuannya yang istimewa. "Ia dipilih karena pengetahuan keagamaannya yang luas," ujar El-Taher Edda, sekretaris jenderal Liga Islam untuk Dialog dan Koekistensi.

Ia meyakini penunjukkan Alfaro menyampaikan pesan jelas, yakni keterbukaan dan penerimaan Islam terhadap para muallaf, dan muallaf pun memiliki kesempatan sama luasnya dengan umat Muslim lain.

Muallaf di Spanyol telah meningkat akhir-akhir ini, dengan laporan media lokal menunjukkan jika tambahan pemeluk Islam datang dari aliran kaum intelektual, akademisi, aktivis anti globalisme

Spanyol diperkirakan memiliki warga minoritas Muslim sebesar 1,5 juta orang dari populasi total 40 juta penduduk. Hal itu menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua setelah Kristiani, dan Islam juga telah diakui sebagai salah satu agama negara melalui undang-undang kebebasan beragama yang dikeluarkan tahun 1967.

Perjalanan.
Saat orang-orang bertanya kepada Alfaro apa yang membuat hatinya berubah dan berjalan dari Kristiani taat menuju Islam, ia akan memberi jawaban sederhana, "Itu adalah kehendak Tuhan sehingga Islam menjadi pilihan dan hidup saya,".

"Saya membaca kitab suci Al Qur'an. Saya menemukan kisah asli dan kebenaran Yesus Kristus, dan lalu saya memeluk Islam," tuturnya.

Mengingat awal perjalanan spiritualnya, Alfaro mengatakan ia dulu adalah Kristen yang taat di usia muda. "Ketika teman-teman saya tidak memiliki ketertarikan mendalami agama, Saya sudah terbiasa pergi ke gereja tiap hari Minggu dan rutin membaca Al Kitab," kenang Alfaro.

"Saat itu saya belum mengenal Islam sama sekali," imbuhnya.

Adalah percapannya dengan tetangga Muslim dari Aljazair yang kemudian mengenalkan Alfaro dengan Islam.

"Kami berbincang sekali, dan ia mengatakan jika seluruh manusia adalah keturunan Adam dan Hawa, dan kita semua adalah anak-anak Nabi Ibrahim," tutur Alfaro.

"Terus terang saya terkejut, Islam pun ternyata mengenal Adam dan Ibrahim, nabi-nabi yang juga diyakini pemeluk Kristen," ujarnya

Obrolan itu pun langsung memotivasi penganut Katholik muda untuk menggali informasi lebih dalam.

"Hal selanjutnya yang saya lakukan adalah pergi ke perpustakaan dan meminjam versi terjemaah kitab suci Al Qur'an" ungkapnya. Ia membawa buku tersebut pulan dan mulai membaca kitab suci agama Islam itu dengan seksama.

Titik persimpangan yang membawanya berubah ialah ketika ia sampai pada cerita Al Qur'an mengenai Yesus Kristus dan kejadian penyaliban.

"Saya dulu membaca dalam Gospel jika Yesus adalah anak Tuhan dan Tuhan mengirim putranya ke bumi untuk dibunuh dan disiksa demi membawa kebebasan bagi manusia. Saya selalu memiliki masalah, sulit untuk percaya cerita itu" ungkapnya panjang lebar.

"Dan saya temukan yang saya cari ketika membaca Al Qur'an. Saya mempelajari jika Yesus bukan dibunuh atau disalib," imbuh Alfaro.

Dan yang membuat ia semakin yakin, Muslim pun mempercayai keberadaan Yesus, sebagai salah satu utusan dan Nabi besar Tuhan dan meyakini keberadaan sucinya.

Cerita Yesus di Kitab Al Qur'an menyentuh hati Alfaro, yang kemudian mengubah namanya menjadi Mansour.

"Saya langsung menyadari jika Al Qur'an adalah kitab Tuhan sebenarnya. Dan saya memutuskan saat itu juga saya ingin menjadi muslim," ungkap Alfaro./iol/it

www.republika.co.id



Selengkapnya...

Muallaf Pendakwah

Aisyah Bhutta (34), dulu ia bernama Debbie Rogers. Kini hidup tenteram dan bahagia setelah memeluk Islam. Di apartemennya yang terletak di Cowcaddens, Glasgow, ia melewati hari-hari dengan amalan Islam. Rumahnya pun telah dihiasi dengan nuansa Islam. Di dinding tergantung kaligrafi Al-Quran. Ada juga poster bergambar kota suci Mekkah. Lalu jam yang disetel khusus dengan suara azan yang senantiasa mengingatkan Aisyah dan keluarganya tiap masuk waktu shalat. Wajahnya kini terbungkus rapi oleh jilbab yang makin menunjukkan kesalehannya. Dia sangat gigih dalam berdakwah. Tidak saja untuk keluarganya dan kerabat bahkan tetangga-tetangga juga tak luput dari dakwahnya. Alhasil, dia dapat mengislamkan orangtua, kerabat dan 30 temannya.

Bagi seorang gadis Kristen taat seperti Debbie Rogers, masuk Islam lalu menikah dengan pria Muslim, adalah suatu hal yang luar biasa. Tak hanya itu, ia juga telah mengislamkan kedua orangtuanya, beberapa orang saudaranya. Dan yang menakjubkan ia telah mengajak sedikitnya 30 orang teman dan tetangganya masuk Islam!

Debbie Rogers dulunya berasal dari keluarga Kristen yang taat. Mereka aktif dalam aneka kegiatan gereja. Kala remaja lainnya asyik dengan idola mereka, misalnya mengoleksi poster penyanyi kesayangan mereka, katakanlah seperti penyanyi terkenal George Michael atau asyik dengan hura-hura sepanjang malam. Maka Debbie Rogers justru sebaliknya. Di dinding kamarnya penuh dengan poster Yesus. Musiknya adalah musik bernuansa rohani, bernada puji-pujian bagi Yesus. Itulah aktifitasnya sebelum kenal Islam.

Tapi akhirnya dia “lelah” sendiri. Ia merasa tak mendapatkan apa-apa dari apa yang dipelajarinya. Bahkan banyak sekali daftar pertanyaan tentang paham Kristen yang tak berjawab. Debbie Rogers kemudian berkenalan dengan seorang pria keturunan Pakistan, Muhammad Bhutta namanya. Pria yang mengenalkan Islam padanya dan dikemudian hari menjadi suaminya. Tapi jangan dikira ia masuk Islam gara-gara jatuh cinta dengan Muhammad.

Terkesan dengan shalat
“Waktu itu saya masih kecil. Baru berumur 10 tahun. Kebetulan keluarga kami punya toko dan Muhammad adalah salah satu pelanggan tetapnya. Saya sering mengintip Muhammad kala shalat di belakang toko kami. Dari wajahnya saya melihat pancaran kedamaian. Tampaknya dia sangat ikhlas dan menikmati shalatnya. Kala saya tanya, dia bilang dia orangIslam. Apa itu Islam?” tanya Aisyah kecil heran.

Berselang beberapa lama, dengan bantuan Muhammad, Aisyah cilik mulai mendalami Islam lebih jauh. Sekitar lima tahunan ia pelajari kitab suci tersebut dan menariknya dia telah mampu membaca seluruh isi Al-Quran dengan bahasa Arab.

“Semua saya baca. Sungguh sangat menarik sekali. Serasa menancap di hati,” kenangnya.
Alhasil, di usianya yang ke-16 Debbie Rogers pun mengucap dua kalimah syahadat. “Ketika saya mengucapkan kalimah itu, serasa seperti baru melepaskan beban berat yang lepas dari pundak saya. Luar biasa. Saya merasa seperti seorang bayi yang baru dilahirkan,” ujarnya. Ia lantas mengganti namanya, Debbie Rogers menjadi Aisyah.

Meskipun Aisyah sudah memeluk Islam, namun bakal calon mertuanya --ayah kandung Muhammad-- tidak setuju putranya menikah dengan wanita Barat. Orangtua Muhammad masih berpikiran tradisional yang menganggap perempuan Barat sulit menerima Islam. Dan, menurut mereka, malah nanti Muhammad yang dibawa ke jalan yang tidak benar. Mereka takut nanti nama keluarga menjadi jelek di mata masyarakat Islam. Namun tekad Muhammad sudah bulat. Iman Aisyah harus diselamatkan.

Muhammad melaksanakan pernikahan di mesjid setempat. Bahkan pakaian nikah yang dikenakan Aisyah dijahit sendiri oleh ibu kandung Muhammad dan saudaranya yang menyelinap secara sembunyi-sembunyi. Sebab bapaknya menolak menghadiri acara sakral dalam hidup anaknya itu. Halnya Michael dan Marjory Rogers, orangtua Aisyah, turut hadir di pernikahan anaknya. Mereka mengaku terkesan dengan baju nikah Aisyah.

Hubungan hambar dengan bapaknya akhirnya mencair. Ceritanya, nenek Muhammad datang khusus dari Pakistan untuk menjenguk cucunya yang baru menikah. Bagi neneknya, pernikahan dengan perempuan Barat juga masih tabu. Namun, semuanya berubah tatkala nenek Muhammad berjumpa dengan Aisyah. Dia sangat takjub dengan perempuan Skotlandia itu yang sudah mampu membaca Al-Quran dan menariknya lagi Aisyah bisa bercakap dalam bahasa Punjab. Perlahan Aisyah telah jadi bagian dari keluarga besar Muhammad.

Islamkan orangtua
Enam tahun kemudian, Aisyah mulai menjalankan misi sulit, yakni mengislamkan kedua orangtua dan anggota keluarganya. Aisyah dan suaminya menceritakan apa itu Islam. Aisyah sendiri kini telah berubah banyak dan hal itu tentu bagian dari dakwah kepada kedua orangtuanya. Misalnya kini dia jadi anak yang sopan, tidak suka membantah kata-kata orangtuanya seperti dulu.

Kesan perubahan sikap dan tingkah laku sang anak rupanya merasuk ke hati sang ibu. Tak lama, ibunya memeluk Islam dan berganti nama menjadi Sumayyah.

“Bahkan ibu kini sudah mengenakan jilbab. Ibu shalat tepat waktu. Kini tak ada yang menarik baginya kecuali senantiasa berhubungan dengan Allah,” tuturAisyah bangga.

Akan halnya dengan ayah Aisyah, ternyata sangat sulit untuk diajak. Ibu Aisyah turut membantu mengenalkan sang ayah kepada Islam. “Ibu dan saya sering berdiskusi tentang Islam. Nah satu hari kami duduk-duduk di dapur. Lalu ayah berkata: Apa kalimat yang kalian ucapkan ketika masuk Islam? Spontan saya dan ibu melompat ke atasnya,” cerita Aisyah sumringah. Ayahnya pun memeluk Islam.

Lalu, tiga tahun kemudian, abang kandung Aisyah juga mengucap dua kalimah syahadah. Uniknya sang abang memeluk Islam melalui telepon, karena ia tinggal agak jauh. Aisyah makin bersemangat tatkala melihat istri abangnya, diikuti oleh anak-anaknya juga memeluk Islam. Bahkan keponakan istri si abang juga masuk Islam. Bukan main bahagianya Aisyah.

Membuka kelas Islam
“Saya belum mau berhenti berdakwah. Keluarga sudah, lalu saya beralih kepada para tetangga di Cowcaddens. Kawasan ini perumahannya sangat padat, bahkan bisa dikatakan kumuh. Tiap hari Senin selama 13 tahun saya membuka kelas khusus tentangIslam bagi wanita-wanita Skotlandia yang ada di situ,” kisah Aisyah mengenang. Sejauh ini dia sudah berhasil mengislamkan tetangga sekitar 30 orang.

“Latar belakang mereka macam-macam. Trudy misalnya, dia seorang dosen di Universitas Glasgow. Trudy adalah seorang Katolik yang awalnya mengikuti kelas saya untuk mengumpulkan data penelitian yang sedang dikerjakannya. Namun setelah berjalan enam tahun Trudy memutuskan memelukIslam. Menurutnya Kristen sulit diterima akal dan membingungkan,” sebut Aisyah. Trudy sendiri mengaku masuk Islam karena terkesan dengan kuliah Aisyah yang mudah diterima dan masuk akal.

Disamping siswa non-Muslim, kelas binaan Aisyah juga dipenuhi oleh gadis-gadis Islam yang telah terkena polusi pemikiran Barat. Menurut Aisyah, justru mereka yang patut diselamatkan. Aisyah pun fleksibel dalam kuliahnya. Dia menerima secara terbuka setiap pertanyaan dan mengajak peserta berdiskusi.

Suami Aisyah, Muhammad Bhutta (43), tampaknya tidak begitu tertarik untuk berdakwah di kalangan warga asli Skotlandia. Dia konsentrasi pada usaha restorannya. Fokus suami Aisyah adalah keluarga dan usaha. Suaminya yang bertugas memberikan ajaran Islam kepada kelima anaknya. Tumbuh dengan akhlak dan nuansa Islam, itulah obsesi Aisyah dan suaminya akan anak-anak mereka. Bahkan Safia, anaknya tertua yang berusia 14 tahun menjadi sebab masuk Islamnya seorang wanita tua.

Ceritanya, suatu hari Safia melihat seorang nenek di jalan, dia tergerak untuk membantu si nenek dengan membawakan belanjaannya. Sang nenek rupanya terkesan. Tak berapa lama si nenek pun ikut kelas Aisyah Bhutta, dan beberapa waktu kemudian akhirnya bersyahadat.

“Muhammad orangnya romatis,” ujar Aisyah tersipu. “Saya seakan telah mengenalnya selama berabad-abad. Jadi tak mungkin terpisahkan. Dia bukan hanya kawan dalam hidup di dunia ini, tapi yang lebih penting lagi semoga juga kawan di surga nanti dan selama-lamanya. Itulah hal terindah,” tutup Aisyah.

[www.hidayatullah.com]




Selengkapnya...

Muallaf Berbagi Cerita

Beliau adalah Ibu Tanti Indrawati asal Tangerang Banten, orang tua Hijrah Saputra (kelas 5 TMI). Pengalaman spirtualnya dimulai saat SMA. Sebelum akhirnya mendapat petunjuk ilahi, beliau telah masuk 6 agama yang berbeda. Keseriusannya untuk memeluk Islam nampak dengan memasukkan putra keduanya ke pesantren Darunnajah Cipining.

Memperingati tahun baru 1 Muharram 1428, para santri mengadakan kegiatan shalat malam (qiyamullail) dan dluha yang di masjid yang kemudian diikuti dengan siraman rohani. Pada peringatan kali ini dihadirkan seorang muallafah guna berbagi cerita tentang usahanya mencari kebenaran hakiki.

Beliau adalah Ibu Tanti Indrawati asal Tangerang Banten, orangtua Hijrah Saputra (kelas 5 TMI). Pengalaman spirtualnya dimulai saat SMA. Sebelum akhirnya mendapat petunjuk ilahi, beliau telah masuk 6 agama yang berbeda. Keseriusannya untuk memeluk Islam nampak dengan memasukkan putra keduanya ke pesantren Darunnajah Cipining.

Acara yang dipandu oleh Ustadz Muhammad Musta`in (pembimbing Bagian Pengajaran) ini berjalan dengan lancar dalam suasana yang hidup. Sang narasumber memperoleh banyak pertanyaan dari hadirin. Mereka penasaran setelah mereka mendengarkan dengan seksama bahwa masuk Islamnya ibu yang dikarunia 3 orang anak ini berawal dari sebuah mimpi. Saat itu beliau bermimpi melihat buku tuntunan shalat di laci kamarnnya. Setelah bangun laci tersebut dibuka, dan ternyata di dalamnya terdapat buku seperti yang ada dalam mimpi. Padahal keluarga yang ada pada saat itu semuanya non muslim. Akhirnya buku tersebut beliau pelajari secara otodidak dan berusaha dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari sampai saat ini.

Para santri bertanya antara lain mengenai ketidakyakinannya terhadap agama yang telah keluarga peluk dari dulu. Beliau menjawab, “karena belum mendapatkan kepuasan dalam beribadah sebagaimana yang telah ditemukan dalam islam”. Ada pula yang menanyakan pula tentang hubungannya dengan keluarga sampai saat ini. Beliau menjawab, ”Walaupun orangtua masih beragama Konghucu tetapi hubungan keluarga tetap berjalan dengan harmonis, meski pada awalnya saya mendapatkan tentangan sampai-sampai buku tuntunan shalat tersebut mau dibakar. Dan kami pun masih ikut memperingati hari besar Konghucu bersama keluarga”.

Kepala Biro Pengasuhan Ustadz Ahmad Rosichin saat dijumpai Wardan seusai acara tersebut menyampaikan tentang tujuan diadakannya kegiatan ini. “Selain agar ada suasana berbeda dengan tahun–tahun sebelumya, yang terpenting adalah untuk memperkuat keyakinan dan aqidah santri. Umumnya santri beragama Islam karena orangtua dan keluarga yang sudah beragama Islam. Sedangkan cerita ini benar-benar berasal dari orang yang memang mencari kebenaran dan kemudian mendapat hidayah Allah.

www.darunnajah-cipining.com



Selengkapnya...